Kerupuk Cikoneng Menerapkan Standar Mutu

Sejumlah pengusaha pemasok produk makanan olahan Jabar menetapkan standar produk kerupuk, untuk diperdagangkan tingkat hotel, restoran, dan berbagai tempat penjualan kelas menengah atas. Upaya itu dilakukan untuk meningkatkan pangsa pasar produk kerupuk asal Jabar, sehingga lebih memberikan nilai tambah bagi para perajin.
Kepala Dinas Indag Agro Jabar, Darso Suhanda, di Bandung, Minggu (5/3) mengatakan, standar tersebut meliputi kualitas, higienitas, serta pemasaran. Untuk saat ini, standardisasi baru diterapkan kepada produk kerupuk asal Cikoneng Ciamis.
"Namun ke depannya, sesuai perkembangan pasar, standardisasi akan diterapkan kepada berbagai produk kerupuk di Jabar. Ini dilakukan para pengusaha pemasok makanan itu, seiring meningkatnya selera konsumen," ujarnya.
Beberapa perwakilan asosiasi atau kelompok pemasok makanan Jabar sendiri, sudah melakukan seleksi terhadap sejumlah sampel produk kerupuk asal Cikoneng, di Bandung, beberapa hari lalu. Mereka mencari formulasi dan standar kualitas terbaik dari 22 produk dari babakan industri agro Cikoneng.
Untuk mendukungnya, Dinas Indag Agro Jabar juga merancang jenis kemasan plastik yang lebih memenuhi syarat. Pada nantinya, berbagai kerupuk Cikoneng dari babakan industri agro, hanya akan menggunakan satu kemasan yang sama, dengan standar yang ditetapkan.
Disebutkan, dengan tampilan baru dan kualitas yang lebih baik, pemasaran produk kerupuk Cikoneng diharapkan akan lebih mampu menarik minat konsumen. Setidaknya, produk kerupuk akan "naik kelas" ke berbagai kalangan konsumen yang lebih meminati segi higienitas, kualitas, dan kekhasan rasa.
Harapan lainnya, adalah perluasan pemasaran kerupuk Cikoneng yang selama ini masih berkutat di pasar lokal. Setidaknya, akan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat yang mengusahakannya, karena pangsa pemasaran meningkat.
Sementara itu, ketua perajin kerupuk babakan industri agro Cikoneng, Dede, menyebutkan, pihaknya memerlukan perluasan pasar. Selama ini, produk Cikoneng cenderung hanya beredar tingkat lokal, padahal potensi pemasaran kerupuk lebih besar karena merupakan makanan yang memasyarakat.
"Kami sendiri sangat menyambut adanya standardisasi yang ditetapkan para pemasok makanan. Selain dianggap sebagai perhatian agar kualitas meningkat, juga sebagai peluang bagi kami untuk meningkatkan pangsa pasar," ujarnya.
Disebutkan, di tengah meningkatnya biaya produksi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak, banyak perajin kerupuk memerlukan peningkatan volume penjualan. Soalnya, melalui peningkatan produksi dan pemasaran, dapat menjadi cara untuk lebih memperoleh keuntungan usaha.
Saat ini saja, menurut dia, berdasarkan pengamatan, semakin banyak perajin kerupuk di Cikoneng yang beralih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar minyak (BBM) untuk penggorengan. Namun untuk yang bergabung dengan babakan industri agro, sampai kini bertahan menggunakan BBM untuk penggorengan. (A-81)

0 komentar: